Saigon - Pukul 12 siang aku sudah check out dari backpacker houstel di kawasan Pham Ngu Lao Street, tapi aku sengaja memanfaatkan fasilitas komputer gratis di lobby hotel sembari menunggu perjalanan ke Phnom Phen pukul 4 sore. Sekedar melihat-lihat informasi apa yang sedang terjadi di tanah air, meng-upload sejumlah foto dan status facebook. Maklum masih tersisa waktu sekitar 2 jam sebelum naik ke bus menuju Phnom Phen.

Setelah puas aku memulai perjalanan ke tempat bus parkir, rupanya bus sudah ada dan beberapa penumpang sudah
masuk ke dalam. Kondisi bus kelihatannya cukup laik jalan, walaupun tidak sebagus ekspektasiku sebelumnya, namun tidak ada pilihan lagi. Sebab sleeping bus hanya ada di pagi hari ketika aku sedang lelap tertidur. Alhasil kini aku terpaksa menggunakan bus biasa hingga ke Phnom Phen. 

Bus ini terdiri dari dua tingkat, tingkat bawah diperuntukkan kargo dan toilet, sedangkan di tingkat atas berisi kursi penumpang yang cukup sempit. Seorang pramugara menghampiriku dan menanyakan tiket, setelah memeriksa dengan seksama dia mempersilahkan aku untuk duduk sesuai nomor yang tertera di tiket. Satu persatu kursi penumpang terisi dan hampir penuh, tampak di sebelah kanan seorang bule yang kesulitan karena dengkulnya menyentuh kursi depan. 

Tepat pukul 4 bus berjalan, pramugara mengumumkan sesuatu di pengeras suara. Suaranya tidak begitu terdengar jelas, namun kupahami dia berbicara perihal tujuan dan ketentuan selama di perjalanan. Satu persatu para penumpang memberikan pasport kepada pramuara tersebut, semula aku sempat ragu memberikan, namun kulihat bule disebelah juga memberikan paspornya. Namun aku merasa aneh, karena penumpang disebelahku lagi tidak memberikan pasport tetapi malah memberikan sejumlah uang yang cukup besar. Timbul pertanyaan di benakku. 

Perjalanan ini cukup melelahkan, belum ada 1 jam pinggangku sudah pegal. Aku mencoba mencari posisi enak untuk sekedar menutup mata dan berehat. Namun disepanjang jalan sopir selalu membunyikan klakson nyaris setiap 3 menit sekali, sehingga terkadang membuatku terbangun kaget. 

Cukup membosankan berada dalam satu bus dimana kamu tidak mengenal seorang pun atau berbicara kepada seseorang pun. Perjalanan 6 jam menuju Phnom Phen menjadi catatan tersendiri bagiku, apalagi orang vietnam disebelah lebih memilih diam daripada mencoba berkomunikasi denganku. Haha..

Beberapa jam perjalanan, tiba-tiba pramugara seperti memberikan kode ke beberapa orang. Tampak sejumlah orang termasuk penumpang uang disebelahku turun dan pergi menggunakan ojek motor. Aku semakin bingung, apakah yang sedang terjadi? Sudah sampaikah kita di Kamboja ? Belum sempat pertanyaanku terjawab bus kembali berjalan.

Selang 30 Menit, bus kembali melambat dan tampak dari kejauhan sebuah gerbang besar yang dapat kukebali sebagai perbatasan antar negara. Yup, kami akhirnya tiba di perbatasan. Bus akhirnya benar-benar berhenti di depan kantor imigrasi Vietnam dan para penumpang dipersilahkan turun. Rupanya si Pramugara sudah menyerahkan pasport kami secara kolektif, sehingga kami hanya tinggal menunggu nama dipanggil dan passport di cap keluar dari vietnam. 

Aku kembali mengernyitkan dahi, tak ada pemeriksaan yang berarti disini, bahkan tas kami pun tidak melewati scanning, petugas imigrasi justru asyik mengobrol di salah satu pojok gedung tanpa memperdulikan arus pengunjung yang datang. Akhirnya namaku dipanggil, aku melenggang melewati loket imigrasi vietnam tanpa melewati pemeriksaan sedikit pun. Sebegitu mudahkah ? 

Kami kembali dipersilahkan masuk ke dalam bus dan kembali meninggalkan Vietnam menuju perbatasan Kamboja yang hanya berjarak sekitar 100 meter. Kami kembali dipersilahkan turun dan dipandu menuju loket imigrasi Kamboja. Aku sedikit ragu karena pramugara tidak memberiku imigration card seperti lazimnya, aku bertanya kepadanya perihal tersebut . Dia kemudian menjelaskan bahwa pengunjung dari Indonesia tidak memerlukan kartu imigrasi, cukup menyerahkan pasport saja. Benarkah ? Dengan sedikit keraguan aku memberikan passpor kepada petugas, tak banyak berbicara bahkan melihatpun tidak. Aku hanya dipersilahkan menempelkan kelima jariku ke alat scanning, lalu "plak..!!" Passportku di cap sebagai tanda legalnya aku memasuki wilayah kamboja tanpa sedikitpun melalui pemeriksaan terhadap barang-barang yang kubawa.haha...

Belum jauh meninggalkan perbatasan, kami disuguhkan jejeran casino dan hotel. Kami pun berhenti di salah sata restauran untuk beristirahat dan makan siang. Setelah 30 menit kami di persilahkan kembali masuk ke bus karena perjalanan akan segera dilanjutkan. Aku kembali terkejut dan heran, sebab penumpang disebelahku yang turun sebelum perbatasan kini sudah kembali ada di dalam bus. Ajaib!! Gak begitu juga sih..hehe

Rasa kepo-ku semakin besar, akhirnya aku memberanikan diri untuk memulai percakapan dengannya. Diawal aku coba        menanyakan namanya dalam bahasa inggris, namun mungkin dia kesulitan karena tak mengerti ucapanku. Namun dia tidak kehilangan akal, diambilnya sebuah smartphone dan membuka program language translater. Wow, canggih juga nih vietkong.haha

Percakapan pun berlangsung seru walaupun difasilitasi oleh sebuah handphone. Walau terkadang aku tidak begitu paham maksud dari terjemahannya. But overall, aku memahami maksud dan tujua percakapan. Aku memberanikan diri untuk bertanya mengapa dia turun sebelum perbatasan dan sekarang justru sudah ada di kamboja, walaupun aku sedikit khawatir takut dirinya marah. Namun untunglah dia bersedia menjawab pertanyaanku. Rupanya dia tidak memiliki paspor, sehingga harus mengeluarkan sejumlah uang sebesar $20 sebagai mahar agar bisa menyeberangi perbatasan. 

Dia mengaku ingin ke kamboja hanya untuk berobat, dirinya pun sempat mengingatkan bahwa aku harus senantiasa berhati-hati mengingat kamboja terkenal dengan perdagangan narkoba. Aku berterima kasih kepadanya karena telah mengingatkanku, sebagai hadiah aku berikan dirinya uang Rp. 2.000,- sebagai kenang-kenangan.

Perjalanan dari perbatasan ke Phnom Phen cukup melelahkan, karena kondisi jalan yang kurang baik. Dan AC bus mulai meneteskan air yang mulai mengusikku, untung saja pramugara bus cepat mengambil tindakan.

Bus mulai melambat dan berhenti di sebuah halaman luas yang tak jelas judulnya, apakah terminal atau bus stop. Setelah mengambil backpack, aku keluar bus dengan diserbu tukang ojek. Aku kemudian menunjukkan tiket kepada salah satu tukang ojek yang mukanya kelihatan meyakinkan..hehe. Dia langsung paham maksudku, dia meminta  ongkos $5 untuk mengantarku ke tempat  bus stop yang tertera di tiket. Aku kemudian menawar menjadi $1 dan dia mengatakan baiklah $2. Akhirnya aku bisa juga mengiyakan...

Aku dibonceng menggunakan Honda Astrea tahun jaduk tanpa diberi helm, ternyata tukang ojek ini lihai berbahasa inggris dan prancis. Menurutnya di kamboja banyak sekali orang Prancis yang datang dan menetap. Sehingga sebagian besar masyarakatnya tidak asing berbahasa prancis. 

Hanya 15 menit aku telah tiba di tempat bus stop untuk melanjutkan perjalanan ke Siem Rieap pukul 10 malam nanti. Sisa waktu ini aku habiskan untuk mengisi perut di salah satu restauran yang terletak tak jauh dari sini. (Danu Belitong)

Lanjut 6 Jam Menempuh Jalur Darat Phnom Phen - Siem Riep