Salah satu sudut Kota Kolombo |
DANUBERATA.COM - Pukul 8 am aku bangun dan bersiap-bersiap. Tak ada sarapan tersedia, artinya aku harus segera mencari sarapan disekitar sini.
Aku berjalan sekitar 10 Menit dan menyadari bahwa lingkungan sekitar banyak berdiri tempat-tempat penting seperti perkantoran pemerintah dan Embassy dari sejumlah negara.
Dan akhirnya aku menemukan sebuah Coffeeshop. Sekilas tak begitu terlihat seperti coffeeshop, namun setelah masuk kedalam tempatnya ternyata lumayan fancy dan homey.
Anyway, meski sudah lama tinggal di Indonesia, Julie masih memerlukan Western Breakfast.
Upps..... ternyata aku memilih tempat yang
salah untuk sarapan, menu disini semua ala western dan lumayan menguras
kantong. Mau keluar udah terlanjur gengsi, akhirnya kupesan scramble Egg,
Toast, Tomato dan Black Tea semuanya seharga LKR 600/ Rp.45.000,-
Terlanjur membayar mahal, Aku langsung
meminta Password Wifi dan browsing sejenak, sembari mendownload aplikasi Uber
dan PickMe (Transportasi berbasis online ala Sri Lanka).
Naik Tuk-Tuk ke Pettah Market |
Aku memesan Uber Tuk-Tuk untuk pertama kali
di Sri Lanka ke Mesjid Merah “Jami-Ul Alfar Mosque”. Tak sampai 5 menit Uber
Tuk-Tuk datang dan mengantarku ke daerah Pasar Pattah dengan ongkos LKR 170 /
Rp. 13.000,-
Mesjid merah terletak ditengah-tengah Pasar
dan terlihat sangat mencolok dari kejauhan, sangat mudah ditemukan. Warnanya
yang merah bergaris putih tampak kontras dengan lingkungan sekelilingnya.
Mesjid Merah Kota Kolombo |
Untuk bisa masuk ke Mesjid dibagi menjadi
2, Pintu khusus Muslim dan Pintu Khusus Non Muslim. Untuk non muslim diwajibkan
memakai baju khusus yang telah disediakan pengurus mesjid dan hanya boleh
berada di wilayah terbatas. Ada petugas yang akan membantu dan mengarahkan
pengunjung.
Perjalanan Kami lanjutkan dengan
berkeliling di sekitar Pattah Market. ada sebuah kuil unik yang dekat dengan
mesjid. Tampak dari luar sebagai tempat peribadatan, namun tidak diperkenankan
untuk difoto.
Dan setelah puas berkeliling kami putuskan
untuk ke Fort Railway Station yang tak jauh dari Pattah Market. Fort Railway
Station merupakan salah satu stasiun kereta yang paling sibuk di Colombo,
terhubung dengan banyak stasiun kota besar lainnya di Sri lanka.
Fort Railway Station |
Kereta api menjadi salah satu transportasi
favorit para wisatawan yang menjelajah Sri Lanka karena berbiaya murah dan
menjangkau hampir seluruh kota-kota besar di Sri lanka. Selain itu, pemandangan
yang disajikan selama perjalanan juga sangat indah.
Tiba di Fort Railway Station, Kita berusaha
untuk mencari info soal kereta api. Namun rupanya hingga hari ini, sudah 10
hari kereta tidak beroperasi dikarenakan
“mogok kerja” para pegawainya.
Setelah gagal mendapatkan tiket, kami
putuskan untuk Hospital melanjutkan
berjalan kaki ke arah Dutch Hospital dan World Trade Center. Hari mulai gerimis
kami memutuskan untuk berteduh di WTC.
Beristirahat sejenak didalam coffeshop di
WTC, Juli membutuhkan Cappucino dan merencanakan kembali perjalanan menggunakan
bus karena kereta belum beroperasi.
Sebuah website reservasi bus Sri Lanka menawarkan kami harga LKR 1.250 / orang untuk sampai ke Dambulla, sayangnya setiap kali mau memesan hanya diberi waktu 2 menit untuk menyelesaikan orderan.
Sebuah website reservasi bus Sri Lanka menawarkan kami harga LKR 1.250 / orang untuk sampai ke Dambulla, sayangnya setiap kali mau memesan hanya diberi waktu 2 menit untuk menyelesaikan orderan.
Beberapa kali percobaan kami pun gagal dan
akhirnya menyerah dan setelah melakukan sedikit research soal bus, akhirnya
kami memutuskan untuk mencari langsung melalui ke stasiun. Stasiun bus yang
terdekat adalah Bastian Bus Station.
Sebuah agent perjalanan di Bastian Bus
Station menawarkan tiket LKR 750/orang untuk tiket Bus AC Ke Dambulla pukul 9
malam nanti. We Booked it !
Town Hall Kolombo |
Setelah mendapatkan tiket, kami naik
tuk-tuk Viharamahadevi Park, Juli ingin sedikit bersantai di taman. Onkos
tuk-tuk LKR 180 / Rp. 14.000. Kami berhenti di depan Town Hall.
Membeli rujak ala Sri Lanka di pinggr jalan, berisi Kedondong, dan mangga yang diberi bumbu garam dan cabe lalu duduk di taman.
Setelah beristirahat sejenak kami
melanjutkan perjalanan ke Gangaramaya Temple dengan berjalan kaki sekitar 15
menit. Jika menggunakan tuk-tuk paling berkisar sekitar LKR 100-150.
Gangaramaya Temple |
Gangaramaya Temple cukup terkenal dan
merupakan salah satu temple yang paling banyak dikunjungi di Colombo. Disini
turis harus membayar LKR 300 / Orang (Rp. 15.000,-) untuk bisa masuk ke dalam
temple.
Setelah puas melihat ke dalam temple, kami
memutuskan untuk menikmati sunset di Galle Face Beach dengan berjalan kaki
sekitar 20 menit. Ditengah perjalanan kami dicegat bau nasi goreng yang
menggoda selera, akhirnya aku harus iklas memberikan LKR 150 untuk mendapatkan
sepiring nasi goreng hangat ala Sri Lanka.
Galle Face Beach seperti alun-alun Kota
Colombo, tempat dimana orang-orang berkumpul dan melakukan aktifitas bersama.
Ada yang bermain layangan, bola kaki, bercengkrama bersama keluarga dan kerabat
atau menikmati sunset sembari jajanan pasar.
Suasana di Galle Beach Boulevard |
Cuaca sedikit gerimis, kami harus berteduh
disalah satu cafe yang ada didekat situ hingga pukul 7 malam. Setelah puas
menikmati sunset, kami harus segera bergegas menggunakan Tuk-Tuk (LKR 250) ke
guesthouse untuk berkemas dan checkout.
Setelah packing dan mandi, langsung tancap gas naik tuk-tuk ke Bastian Bus Station. 15 menit kami pun sampai. Setelah bertanya dengan sejumlah orang, akhirnya kami menemukan bus yang akan mengantar kami ke Dambulla.
Pukul 10pm bus berangkat ke Dambulla.
Sepanjang perjalanan kami berusaha untuk tidur sejenak namun tetap waspada
pasalnya Dambulla bukan tujuan akhir dari bus yang kami tumpangi.
Sebenarnya untuk bisa ke Dambulla tidak perlu membayar LKR 750 / Orang, karena
jika langsung ke kenek atau driver hanya berkisar sekitar LKR 350-400/ orang.
Sang kenek pun sampai geleng-geleng kepala ketika mengetahui kami harus
membayar sebegitu banyak, pasalnya harga LKR 750 untuk penumpang yang menuju
tujuan akhir.
Tapi ya sudahlah, pengalaman pertama menggunakan bus di Sri Lanka. Sejatinya Sri Langka memiliki akses transportasi bus yang menjangkau hampir semua daerah dengan harga yang relatif terjangkau. Kamu hanya perlu sering-sering bertanya dan memastikan dimana akan bertukar kereta.
Bus merapat ke sisi jalan, pukul 01.30 kami
tiba di Dambulla. Tak ada halte khusus, tepatnya kami diturunkan didepan sebuah
toko kecil yang masih buka tengah malam. Sangat tidak direkomendasikan bagi
para traveller perempuan yang tidak didampingi oleh laki-laki untuk menggunakan
bus malam.
Anyway disudut sana sebuah tuk-tuk tampak
sedang parkir. Sopir tuk-tuk membuka harga LKR 300 /Rp. 25.000 untuk
mengantarkan hingga ke Ricwinn Villa Guesthouse. Tengah malam begini kami tak
begitu nekat untuk negosiasi, harga segitu sudah sangat masuk akal daripada
harus berjalan tengah malam begini.
Tuk-tuk satu ini sedikit beda, dilengkapi
sound sistem dan layar LCD untuk memanjakan penumpangnya. Sepanjang perjalanan
kami diputarkan lagu Despacito dan sopir tampak semangat untuk mempromosikan
kelebihan tuk-tuknya. Seem like he loves his job.
Tak sampai 15 menit, kami tiba di Ricwinn Villa Guesthouse, tampak seorang Ibu muda sedang menggendong anaknya menyambut kami. Sopir tuk-tuk membantu mengangkat tas Juli dan menunjukkan Villa kami tepat dibelakang rumah pemiliknya.
Terima kasih, sukses untuk tuk-tuknya yang
keren.
Kamar yang disewa lumayan besar dengan
kamar mandi didalam, tidak mengecewakan dengan harga $7/malam (Rp.
100.000,-/malam). Unik, ada kelambu untuk menahan serangan nyamuk dan gratis
Wifi.
0 Komentar